Besi dengan simbol
Fe merupakan unsur yang melimpah di bumi. Beberapa pendapat para ahli
menyebutkan kandungan inti bumi sebahagian besar terdiri dari perpaduan unsur
besi dan nikel.
Unsur besi
di alam ditemukan dalam bentuk mineral :
magnetit (Fe3O4) mengandung lebih dari 72.40% unsur besi,
hematit (Fe2O3) mengandung 70% besi, geothit atau limonit
(HFeO2) mengandung 62.90% besi, dan siderit (FeCO3) mengandung
48.20% besi. Proses terbentuknya di alam dijumpai dalam bentuk bijih besi
primer dan endapan sekunder.
Besi
mempunyai sifat yang sangat kuat karena kemampuannya berada di dalam lebih dari
satu keadaan oxidasi, yaitu ferric (trivalent), ferrous (bivalent), dan dalam
keadaan metallic (valensi nol).
Pada kesempatan
ini saya akan berbagi pengetahuan yang saya ketahui hasil rangkuman
dari berbagai sumber para peneliti tentang tipe dan ciri-ciri
endapan bijih besi.
Menurut Padmanegara (1983), terdapat empat jenis tipe endapan mineral/bijih
besi terpenting yang terdapat di Indonesia yaitu: (1) endapan skarn/metasomatik
kontak, (2) endapan placer, (3) endapan lateritik, dan (4) endapan sedimen.
1. Endapan Skarn (Metasomatik Kontak)
Bijih tipe ini
dapat terbentuk akibat proses kontak metasomatik yaitu larutan magma
berkompisisi sedang, basa, atau ultra basa yang naik kepermukaan
dalam peristiwa intrusi atau ekstrusi dapat bereaksi dengan batuan sekitarnya,
terutama dengan batuan kapuran (tipe ekso-skarn atau kalsik eksoskarn). Disini
akan terbentuk mineral-mineral skarn seperti garnet, epidot, dan jika yang
terbentuk adalah mineral-mineral magnetit dan hematit sebagai mineral utama maka
dapat menjadi bijih besi. Di Indonesia, bijih besi tipe ini biasanya terdapat
di sekitar daerah kontak batuan intrusi berkomposisi sedang sampai basa seperti
diorit, granidiorit, dan gabro atau basalt dengan formasi batuan sedimen atau vulkanis yang mengandung lapisan-lapisan atau
lensa-lensa batuan gampingan atau batuan yang bersifat gampingan. Dalam proses
ini, selain temperatur, magma juga ikut
memegang peranan dalam menambahkan langsung
beberapa unsur pada batuan sekitarnya, sehingga endapan ini tidak mungkin
terdapat jauh dari batuan intrusi kecuali bila telah mengalami proses
desintegrasi dan transportasi sebagaimana halnya pada endapan eluvial dan
diluvial.
Ciri-ciri tipe endapan ini antara lain:
(1) Endapan bijih besi ini dapat berbentuk lensa, berupa
sarang (nest-shaped) atau
lapisan-lapisan yang kompleks pada batuan kontak;
(2) Berupa endapan masif yang terutama terdiri dari magnetit
dan hematit. Selain oksida besi, juga sering mengandung mineral sulfida seperti
pirit dan kalkopirit, disamping mineral skarn seperti garnet, piroksen, aktinolit,
sillimanit, dan epidot;
(3) Akibat proses desintegrasi dan transportasi, endapan tipe
ini sering terdapat dalam bentuk eluvial atau diluvial, yaitu berupa onggokan bongkah-bongkah batuan
berbagai ukuran dengan komposisi mineralnya yang utama masih tetap berupa
magnetit dan hematit. Onggokan batuan
ini biasanya tidak jauh letaknya dari tempat asalnya yaitu daerah kontak;
(4) Kadar Fe bijih tipe ini berkisar sekitar 50-70%;
(5) Kadar Ni atau Cr dapat diabaikan;
(6) Karena sering berasosiasi dengan mineral sulfida, terkadang berkadar Cu atau Zn agak tinggi (± 1%);
(7) Kadar belerang kadang-kadang agak tinggi, mendekati 1%;
(8) Kadar TiO2 biasanya dibawah 0,5%.
Tipe endapan ini banyak terdapat di Indonesia, terutama
di Sumatera dan Kalimantan, tetapi cadangannya kecil (<1juta ton). Endapan
terbesar yang pernah ditemukan dan dieksplorasi terdapat di Gunung Tanalang, Kalsel, dengan cadangan 5 juta ton.
2.
Endapan Placer
Tipe endapan ini
terbentuk oleh proses pelapukan, desitegrasi, dan pengumpulan secara mekanik.
Hasilnya adalah endapan fragmen mineral dan batuan yang seringkali disebut
mineral/batuan rombakan. Tipe ini dikenal sebagai placer pantai (beach placer) dan placer aluvium (alluvial placer). Karena melalui proses
mekanik, maka kemurnian fragmen mineral rombakan dipengaruhi oleh intensitas
liberasi selama proses tersebut.
Tipe
mineral/bijih placer pantai yang telah diselidiki secara terperinci antara lain
yang terdapat dalam endapan pasir besi bertitan sepanjang pantai Daerah
Istimewa Yogyakarta. Mineral utamanya titanomagnetit, dengan warna, kilap logam
dan goresannya adalah abu kehitaman. Berat jenisnya 5,0-6,5, dengan kadar TiO2
dalam titanomagnetit berkisar antara 7-12%. Kristal ilmenit (FeTiO3)
dan magnetit (Fe3O4) tumbuh bersama (intergrowth) dan berkaitan sangat kuat.
Pada
umumnya, contoh pasir besi bertitan Yogyakarta menunjukkan variasi besar
butiran yang tidak mencolok sepanjang lintasan lateral, akan tetapi variasi
besar butiran sangat mencolok ke arah dalam. Makin ke dalam butiran fragmen
semakin kasar dan fragmen titanomagnetit semakin berkurang. Demikian pula
liberasi butiran fragmen, makin kedalam semakin kurang baik sehingga makin
banyak fragmen titanomagnetit yang masih terikat oleh fragmen batuan (silikat).
Hal ini pula yang menyebabkan kadar besi yang terlarut asam menurun sangat
tajam.
Endapan
pasir bertitan Yogyakarta mengandung fragmen feldspar, plagioklas,
klinopiroksen, titanomagnetit, hematit, olivin, kuarsa, amfibol, mika, dan
fragmen batuan. Semua ini berasal dari batuan piroklastika dan efusifa yang
berkomposisi andesit dan basalt. Besar butiran fragmen endapan pasir besi
bertitan berkisar antara 1,2-0,053 mm. Butiran fragmen + 1,2 mm bervariasi
dalam tiga lapisan, pada lapisan atas sebanyak 1%, lapisan tengah 8%, dan
lapisan bawah 12%. Sedangkan pada fragmen – 0,053 mm jumlahnya kurang dari 3%
di semua lapisan. Besar butiran fragmen titanomagnetit yang terliberasi oleh
kegiatan gelombang laut berkisar antara 0,21-0,105 mm. Kenaikan besar butiran
fragmen menunjukkan penurunan berat jenisnya. Bagian titanomagnetit yang masih
menjadi satu dengan batuan (silikat) berada dalam tiga lapisan. Bagian paling
bawah dari lapisan atas mengandung 35-55% dan bagian paling atas dari lapisan
bawah mengandung 65-85%.
Pasir
bertitan Yogyakarta mempunyai tingkat kemagnetan (MD-magnetic degree) kurang dari 20% (MD= persentase beral
mineral-mineral yang tertarik oleh magnet 300 Gauss). Dalam proses pemurnian,
biasanya fragmen titanomagnetik digerus dan terliberasi sampai lolos saringan
0,05-0,10 mm, akan tetapi sebagian masih belum terliberasi dengan baik,
bahkan paduan ilmenit-magnetit masih belum terpisahkan.
Kualitas
endapan pasir besi bertitan dapat dibagi menjadi dua golongan, dengan komposisi
sebagai berikut: (1) oksidasi besi yang terliberasi dari silikat dan mengandung
besi terlarut asam lebih dari 60%, dan (2) komposit silikat besi dengan besi
terlarut asam ± 5%.
3.
Endapan Laterit
Tipe endapan ini merupakan endapan residu
dari proses pelapukan, dekomposisi, dan pengumpulan kimia. Tipe ini tidak lazim
disebut endapan mineral/batuan rombakan. Karena melalui proses kimia, maka
keterjadiannya berkaitan dengan pelarutan dan pengendapan yang sesuai dengan
keadaan dan situasi setempat, yakni jenis batuan induk dan lingkungan
fisika-kimia. Lingkungan yang baik untuk proses lateritisasi adalah: (1) iklim
tropis-basah, (2) topografi yang relatif tidak curam, dan (3) waktu proses
lateritisasi yang cukup lama.
Endapan
mineral/bijih laterit umumnya terjadi pada batuan induk ultramafik (ofiolit).
Unsur besi bivalen dilepaskan oleh pelapukan secara kimia terhadap batuan
ultramafik yang sudah teroksidasi menjadi besi trivalen dan kemudian diendapkan
dalam laterit. Dalam keadaan reduksi (dalam hutan lebat), unsur besi feri
berubah menjadi fero dan berupa larutan yang bergerak sampai menemui lingkungan
yang teroksidasi, kemudian unsur besi tersebut berubah lagi menjadi feri dan
terendapkan di lingkungan tersebut pada permukaan air tanah, selanjutnya
konkresi limonit (2Fe2O3.3H2O) terjadi dalam
lingkungan tersebut. Karena oksida besi yang mempunyai berat jenis lebih besar
mengalami dehidrasi, maka hematit dan magnetit terjadi mendekati permukaan.
Hematit terkumpul kearah permukaan, sedangkan magnetit cenderung kearah zona
yang lebih dalam. Hematit yang relatif lebih stabil dalam lingkungan pH (5,5-8), maka endapannya dapat berkembang menjadi “kerak hematit yang keras” atau iron-cap. Mineral besi, mineral nikel
dan krom diendapkan sebagai residu dalam laterit. Mineral besi yang berupa
konkresi limonit bersifat belahan konkoidal disebut goetit.
Di
Indonesia, tipe endapan ini terdapat dalam jumlah yang besar (ratusan juta
ton), terutama di Kalimantan dan Sulawesi Tenggara.
4.
Endapan Sedimen
Endapan tipe ini terbentuk berkaitan dengan
proses sedimentasi yaitu proses kimia yang memegang peranan utama dalam proses
pengendapannya. Ada pula yang menjadi penyebabnya adalah proses desintegrasi
mekanik, seperti yang terjadi pada sebagian endapan bijih besi disekitar bijih
besi tipe lateritik. Endapan jenis “bog-iron”
terbentuk bila larutan yang mengandung besi terkumpul dalam suatu cekungan atau
basin, dan oleh proses kimia atau akibat pekerjaan bakteri terbentuklah endapan
bijih besi. Dalam kelompok ini termasuk juga endapan bijih besi yang dihasilkan
oleh sumber air panas (endapan sinter).
Ciri-ciri
tipe endapan ini:
(1) Karena berasosiasi dengan endapan sedimen,
tekstur atau strukur perlapisan dan laminasi dapat terlihat jelas;
(2) Dapat berupa perlapisan yang kompak atau
massif dan dapat berupa breksi atau konglomerat, sering mengandung
bongkah-bongkah atau kerikil peridotit atau serpentinit;
(3) Komposisi mineral besinya bervariasi, ada
yang berupa karbonat, silikat besi, magnetit, dan hematite;
(4)
Kadar Fe berkisar antara 40 - 60 %;
(5) Mengandung kadar Ni dan Cr yang lebih rendah
dari tipe lateritik yaitu rata-rata 0,41% Ni dan 2,1 % Cr2O3,
khususnya yang berasal dari bijih besi laterit;
(6)
Kadar Al lebih rendah dari tipe bijih
lateritik, yaitu sekitar 7%;
(7) Bijih besi “bog-iron”, sering mengandung kadar belerang dan mangan yang tinggi,
sedang yang berasal dari air panas dapat mengandung belerang yang relatif lebih
tinggi;
(8)
Karena sering adanya perlapisan pemisah
diantara lapisan bijih besi, kasar Fe dan unsur-unsur lain yang dikandungnya
dapat bervariasi secara lateral maupun vertikal.
Artikel komoditas mineral logam lainnya : Penambangan Galena dan Bauksit.
Endapan
bijih besi sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi yang berkembang, litologi batuan
induk, maupun karakteristik suatu wilayah. Tentunya masih banyak hasil penemuan
baru yang belum dapat saya ketahui. Saya mengharapkan adanya sumber referensi dari
berbagai kalangan maupun para peneliti, sehingga dapat menambah pengetahuan
yang lebih dalam lagi terkait endapan bijih besi potensial yang mungkin layak
untuk dikembangkan dikemudian hari.
Sumber referensi: Artikel Endapan Bijih Besi, oleh Syahya
Sudarya, Pusat Sumber Daya Geologi Bandung.